Rabu, 28 November 2012

SEPENGGAL MITOS


Sepenggal Mitos

Oleh : Tengku Neti Azni

Bismillahirrahmanirrohim.

                Arus perjalanan filsafat dari zaman yunani, yang terus mengalir sebenarnya masih ada material, formal dan spiritualnya. Pada abad pertama telah lahirlah yesus kristus, secara spiritualnya bahwa dia bisa menerima bisikan tuhan untuk disampaikan kepada umat manusia. Dalam perjalanannya sebenarnya persoalan yang terdapat pada orang yunani itu sama dengan perjalanan bangsa kita, persoalan yang kita hadapi itu adalah seberapa jauh kita hidup dengan mengandalkan mitos dan tidak mengandalkan mitos? Mitos tidaklah selalu bersifat negative karena anak kecil yang berusia 1 s/d 2 tahun masih menggunakan mitos dalam hidupnya karena dia melakukan sesuatu tanpa tau arti dari perilaku tersebut. Dalam perjuangan manusia bahwa sebenar-benarnya hidup adalah untuk mengerti/memerangi mitos. Mengerti itu berdimensi, dimensinya yang ada dan yang mungkin ada. Hanya seekor kucing yang hidupnyapenuh dengan mitos slamanya tidak ful tidak penuh karena punya memori terbatas yang selalu diperbaharui . Orang yunani telah berhasil mengalahkan mitos dan menemukan logos.
Ditanah jawa ini juga terdapat banyak mitos yang orang-orang tidak punya keberanian buat memecahkannya, contohnya seperti cerita nyi Roro Kidul. Seberapa jauh kebenaran nyi roro kidul? Ada dua hal yan bisa kita lihat disi yaitu dari sisi manfaat dan kekuranggannya. Sisi  manfaatnya adalah dengan adanya mitos nyi roro kidul,  orang tidak sembarangan memberkalukan laut selatan yang dampak positifnya terjaga kelestarian dari laut selatan. 

Kisah Legenda Nyi Roro Kidul

Jawara Info - Cerita tentang keberadaan Nyi Roro Kidul ini sangat terkenal. Bukan hanya dikalangan penduduk Yogyakarta dan Surakarta, melainkan di seluruh Pulau Jawa. Baik di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Di daerah Yogyakarta kisah Nyi Roro Kidul selalu dihubungkan dengan kisah para Raja Mataram. Sedangkan di Jawa Timur khususnya di Malang Selatan tepatnya di Pantai Ngliyep, Nyi Roro Kidul dipanggil dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul

Kanjeng Ratu Kidul

Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkimpoian tersebut. Maka, bahagialah sang raja.

Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. "Sangat menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putriku", kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.

Pada pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya. "Aku ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka aku akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya." Sang dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.

Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya. "Puterimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri," kata Dewi Mutiara. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke luar dari negeri itu.

Puteri yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan mendampinginya dalam menanggung penderitaan..

Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasa untuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya.

Kanjeng Ratu Kidul = Ratna Suwinda

Tersebut dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.

Generasi selanjutnya, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke Pantai Selatan, untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta Selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.

Begitulah dua buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku Cerita Rakyat dari Yogyakarta dan versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Kedua cerita tersebut memang berbeda, tapi anda jangan bingung. Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari keduanya yang paling benar. Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi tulisan selanjutnya.


Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton Yogyakarta

Percayakah anda dengan cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian dari anda mungkin akan berkata TIDAK. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup dalam zaman atau lingkungan Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan kebenaran cerita ini. Kebenaran akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih tetap menjadi polemik. Tapi terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena yang nyata, bahwa mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton Yogyakarta paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang kanjeng Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di antara keduanya?

Y. Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup. Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan dan memaknai lingkungan alam sangat penting dilakukan.

Sebagai sebuah hubungan komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut masyarakat Jawa mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut Twikromo, maka penggunaan simbol pun sering diaktualisasikan. Jika dihubungkan dengan makhluk halus, maka Javanisme mengenal penguasa makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi, penguasa Gunung Lawu, Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan inilah yang oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa tersebut mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus mengadakan komunikasi dengan "makhluk-makhluk halus" tersebut.

Menurut Twikromo, bagi raja Jawa berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai salah satu kekuatan batin dalam mengelola negara. Sebagai kekuatan datan kasat mata (tak terlihat oleh mata), Kanjeng Ratu Kidul harus dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan keselamatan dan ketenteraman.

Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan labuhan misalnya, sebuah upacara tradisional keraton yang dilaksanakan di tepi laut di selatan Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan tahun Saka (tahun Jawa). Upacara ini bertujuan untuk kesejahteraan sultan dan masyarakat Yogyakarta.

Kepercayaan terhadap Kanjeng Ratu Kidul juga diwujudkan lewat tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang diselenggarakan untuk menghormati serta memperingati Sang Ratu. Bukti lainnya adalah dengan didirikannya sebuah bangunan di Komplek Taman Sari (Istana di Bawah Air), sekitar 1 km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dinamakan Sumur Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertemuan sultan dengan Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul.

Penghayatan mitos Kanjeng Ratu Kidul tersebut tidak hanya diyakini dan dilaksanakan oleh pihak keraton saja, tapi juga oleh masyarakat pada umumnya di wilayah kesultanan. Salah satu buktinya adalah adanya kepercayaan bahwa jika orang hilang di Pantai Parangtritis, maka orang tersebut hilang karena "diambil" oleh sang Ratu.

Selain Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mitos Kanjeng Ratu Kidul juga diyakini oleh saudara mereka, Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam Babad Tanah Jawi memang disebutkan bahwa Kanjeng Ratu Kidul pernah berjanji kepada Panembahan Senopati, penguasa pertama Kerajaan Mataram, untuk menjaga Kerajaan Mataram, para sultan, keluarga kerajaan, dan masyarakat dari malapetaka. Dan karena kedua keraton (Yogyakarta dan Surakarta) memiliki leluhur yang sama (Kerajaan Mataram), maka seperti halnya Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta juga melaksanakan berbagai bentuk penghayatan mereka kepada Kanjeng Ratu Kidul. Salah satunya adalah pementasan tari yang paling sakral di keraton, Bedoyo Ketawang, yang diselenggarakan setahun sekali pada saat peringatan hari penobatan para raja. Sembilan orang penari yang mengenakan pakaian tradisional pengantin Jawa mengundang Ratu Kidul untuk datang dan menikahi susuhunan, dan kabarnya sang Ratu kemudian secara gaib muncul dalam wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.

Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ternyata juga meluas sampai ke daerah Jawa Barat. Anda pasti pernah mendengar, bahwa ada sebuah kamar khusus (nomor 308) di lantai atas Samudera Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, yang disajikan khusus untuk Ratu Kidul. Siapapun yang ingin bertemu dengan sang Ratu, bisa masuk ke ruangan ini, tapi harus melalui seorang perantara yang menyajikan persembahan buat sang Ratu. Pengkhususan kamar ini adalah salah satu simbol 'gaib' yang dipakai oleh mantan presiden Soekarno.

Sampai sekarang, di masa yang sangat modern ini, legenda Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan, adalah legenda yang paling spektakuler. Bahkan ketika anda membaca kisah ini, banyak orang dari Indonesia atau negara lain mengakui bahwa mereka telah bertemu ratu peri yang cantik mengenakan pakaian tradisional Jawa. Salah satu orang yang dikabarkan juga pernah menyaksikan secara langsung wujud sang Ratu adalah sang maestro pelukis Indonesia, (almarhum) Affandi. Pengalamannya itu kemudian ia tuangkan dalam sebuah lukisan.

(Published 2011 © by. Jawara Kampung Info)

Rabu, 21 November 2012

MENEMBUS RUANG DAN WAKTU


Oleh     : Tengku Neti Azni
 
Orang yang belajar atau berilmu akan bersifat profesional, dimana letak profesionalnya orang yang belajar filsafat ?
1. Merifer pada pemikiran para  filsuf
2. Dikaitkan dengan pengalaman
3. Ada objek (objeknya yang ada dan yang mungkin ada) dan metode
4. Menggunakan bahasa analog
5. Lebih intensif dan ekstensif

Ada tiga pertanyaan untuk menembus ruang dan waktu ini :

1. Siapa yang menembus ruang dan waktu?

objek yang menembus ruang dan waktu adalah diriku dan dirimu. kemudian siapakah dirimu? diriku itu adalah yang terikat dengan ruang dan waktu. jika diriku ditinjau dari dimensi spritual, normatif, formal, dan material maka diriku adalah sebagai berikut :
Spiritul : diriku adalah doa-doaku, ibadahku, amal perbuatanku
Normatif : diriku itu adalah pikiranku
Formal : diriku adalah gelarku, jabatanku
Matrerial : diriku yang di cubit teras sakit.
Diintensifkan lagi diriku itu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Diriku yang menebus ruang dan waktu adalah diriku secara normative yaitu aku sebagai pikiranku. ternyata yang menembus ruang dan waktu bukan hanya manusia tetapi segala yang ada di bumi ini seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, batu, dst.

2. Bagaimana caranya?

Cara untuk bisa menembus ruang dan waktu kita bisa gunakan pikiran kita, dengan waktu seketika saja kita bisa berada ditempat atau alam yang kita fikirkan. untuk bisa melihat kakbah kita tidak harus pergi ke mekah tapi kita bisa lihat pada waktu sholat, yang pikiran kita tertuju pada kakbah tersebut. begitulah kekuatan pikiran kita dalam menembus ruang dan waktu.

3. Apa yang disebut dengan ruang dan waktu?

Aksiona dari ruang adalah berdimesi : berdimensi 0. 1, 2, 3, 4 dst. Karena ini adalah aksioma maka orang awam tidak akan mengerti. orang awam hanya mengerti dengan dimensi satu,, dua dan tiga saja.
Ruangku sebenar-benarnya berbeda dengan ruangmu :  maka setiap yang ada dan yang mungkin ada merekat dengan ruang dan waktunya.
Waktu adalah masa yang setiap detik berubah.

Pertanyaan :
1. Kenapa pikiran terkadang bisa capek?


Minggu, 04 November 2012

ARUS FILSAFAT

Refleksi pertemuan ke-3


ARUS FILSAFAT
Oleh  : Tengku Neti Azni
“ Dalam berfilsafat luluhkanlah seluruh Ego-ego”
Filsafat berasal dari yunani sekitar abad ke-6 SM, zaman ini merupakan zaman peralihan dari mitos ke logos. Maksudnya adalah sebelum zaman tersebut segala sesuatu masih merupakan mitos karena belum ada pemikiran tentang kebenaran dari mitos-mitos tersebut kemudian  pada abad  ini lahirlah   pemikir-pemikir yang  mencoba menggunakan kemampuannya untuk memikirkan kebenaran dari  mitos-mitos tersebut.
Ada dua aliran dari pemikiran para tokoh-tokoh tersebut  yang disebut dengan aliran filsafat antara lain :
1.      Filsafat yang beraliran tetap.
Ada beberapa tokoh yang berada pada aliran ini antara lain : Parmenidas, Plato dan Rene Descartes.
·         Pemikiran dari Parmenidas adalah segala sesuatu “yang ada” tidak berubah. Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud “yang ada” namun menyebutkan sifat-sifatnya.
·         Pemikiran dari Plato  adalah  menganggap bahwa segala sesuatu itu TETAP
·         Pemikiran Rene Descartes adalah bahwa segala sesuatu itu adalah konsisten.

2.      Filsafat yang beraliran berubah
Sedangkan tokoh-tokoh yang ada pada aliran perubahan ini anatara lain adalah : Herakleitos, Aristoteles, dan David Hume.
·         Pemikiran dari Herakleitos adalah tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi.
·         Aristoteles memiliki paham Realis yaitu paham bahwa hakekat suatu benda itu bukan terletak pada ide/pikiran melainkan pada obyek nyata benda itu sendiri.
·         Pemikiran dari  David Hume pada dasarnya sama dengan Aristoteles yaitu menekankan pada Berpikir (ide).

Ada pertentangan antara paham Rene Descartes dan David Hume yang terlihat dari filsafat aliran tetap dan aliran berubah, Immanuel Kant mencoba untuk mensintesiskan keduanya sehingga membentuk suatu paham Synthetic Apriori yaitu Filsafat Lengkap berdasarkan gabungan antara Synthetic Aposteriori dengan Analytic Apriori. Inti paham Immanuel Kant dikenal dengan Kritisisme atau Filsafat Kritis, suatu nama yang diberikannya sendiri. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Kritisisme terdiri atas 3 bagian, yaitu :

1)      Kritik atas Rasio Murni
Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan adanya tiga macam putusan. Pertama, putusan analitis a priori; di mana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, karena dinyatakan setelah mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah diketahui. Ketiga, putusan sintesis a priori: di sini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat a priori juga. Misalnya, putusan yang berbunyi “segala kejadian mempunyai sebabnya”. Putusan ini berlaku umum dan mutlak (jadi a priori), namun putusan ini juga bersifat sintetis dan aposteriori. Sebab di dalam pengertian “kejadian” belum dengan sendirinya tersirat pengertian “sebab”. Maka di sini baik akal maupun pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun atas putusan sisntetis yang bersifat a priori ini. Menurut Kant, putusan jenis ketiga inilah syarat dasar bagi apa yang disebut pengetahuan (ilmiah) dipenuhi, yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru. Persoalannya adalah bagaimana terjadinya pengetahuan yang demikian itu?. Menjawab pertanyaan ini Kant menjelaskan bahwa pengetahuan itu merupakan sintesis dari unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman yakni unsur-unsur a priori dengan unsur-unsur yang ada setelah pengalaman yakni unsur-unsur aposteriori. Proses sintesis itu, menurut Kant terjadi dalam tiga tingkatan pengetahuan manusia yaitu pencerahan indrawi (sinneswahrnehmung), lalu tingkat akal budi (verstand), dan tingkat tertinggi adalah tingkat rasio/intelek (Versnunft).
2)      Kritik atas Rasio Praktis
memberikan penjelasan tentang syarat-syarat umum dan mutlak bagi  pengetahuan manusia, maka dalam “kritik atas rasio praktis” yang dipersoalkan adalah syarat-syarat umum dan mutlak bagi  perbuatan susila. Kant coba memperlihatkan bahwa syarat-syarat umum yang berupa bentuk (form) perbuatan dalam kesadaran itu tampil dalam perintah (imperatif). Kesadaran demikian ini disebut dengan “otonomi rasio praktis” (yang dilawankan dengan heteronomi). Perintah tersebut dapat tampil dalam kesadaran dengan dua cara, subyektif dan obyektif. Maxime (aturan pokok) adalah pedoman subyektif bagi perbuatan orang perseorang (individu), sedangkan imperatif (perintah) merupakan azas kesadaran obyektif yang mendorong kehendak untuk melakukan perbuatan. Imperatif berlaku umum dan niscaya, meskipun ia dapat berlaku dengan bersyarat (hepotetik) atau dapat juga tanpa syarat (kategorik). Imperatif kategorik tidak mempunyai isi tertentu apapun, ia merupakan kelayakan formal. Menurut Kant, perbuatan susila adalah perbuatan yang bersumber pada kewajiban dengan penuh keinsyafan. Keinsyafan terhadap kewajiban merupakan sikap hormat (achtung). Sikap inilah penggerak sesungguhnya perbuatan manusia.
3)      Kritik atas Daya Pertimbangan
Konsekuensi dari “kritik atas rasio murni” dan “kritik atas rasio praktis” menimbulkan adanya dua kawasan tersendiri, yaitu kawasan kaperluan mutlak di bidang alam dan kawasan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Adanya dua kawasan itu, tidak berarti bertentangan atau dalam tingkatan. Kritik atas Daya Pertimbangan (Kritik der Urteilskraft), dimaksukkan oleh Kant, adalah mengerti persesuaian kedua kawasan itu. Hal itu terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan). Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau finalitas bersifat subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi dalam pengalaman estetis (kesenian). Dengan finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.

Kemudian muncul lagi Filsafat modern yang anggota-anggotanya antara lain :  Augusta Comte dengan aliran Positivisme Aliran ini sebagai antitesis Filsafat Yunani yaitu mengembangkan keilmuan yang telah ada sebelumnya.

Pertanyaan :
1.   Apakah pemikiran manusia itu terbatas atau tanpa batas ?
2.   Apakah kemampun seseorang dalam berfikir berbanding lurus dengan usia?